Kamis, 04 Maret 2010

HAKIKAT MENCINTAI RASULULLAH SAW


Saat ini kita berada dalam bulan Rabiul Awwal atau bulan Mulud. Tanggal 12 Rabiul Awwal kita yakini sebagai hari kelahiran Rasulullah Muhammad saw. Umat Islam khususnya di Indonesia, biasa merayakannya dengan istilah “Perayaan Maulid Nabi saw.” Atau Muludan. Sejumlah acara biasanya digelar dengan melibatkan jumlah massa yang besar, seperti tabligh akbar, pembacaan shalawat dan syair-syair berisi pujian kepada Rasul saw.
Peringatan maulid Nabi Muhammad Saw yang pertama dicetuskan pada masa pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193 M). Waktu itu tujuannya adalah untuk memperkokoh semangat umat Islam umumnya, dan khususnya mental para tentara Muslim yang lemah dalam menghadapi serangan tentara Salib dari Eropa,yang ingin merebut tanah suci Yerusalem dari tangan kaum Muslim. Efeknya memang sangat luar biasa. Dengan peringatan Maulid nabi Saw ini Sultan Shalahuddin saat itu mampu membangkitkan kembali kesadaran kaum Muslim sekaligus semangat jihad mereka dalam membela Islam, khususnya melawan kaum kafir dalam perang Salib. Sayang, saat ini Peringatan Maulid Nabi Saw telah terjebak dalam rutinitas tahunan dan seremonial belaka, sehingga tidak berhasil membangkitkan kesadaran dan semangat juang membela Islam, sebagaimana yang pernah dicapai pada masa Sultan Shalahuddin dulu.
Padahal, saat ini umat Islam sesungguhnya dihadapkan pada persoalan yang jauh lebih rumit dibandingkan pada masa Sultan Shalahuddin dulu. Saat ini kita umat Islam diserang oleh orang-orang kafir (Israel, AS dan sekutunya) baik secara fisik seperti di Palestina,Afganistan Irak maupun serangan pemikiran di setiap negeri muslim termasuk Indonesia. Maka seharusnya Peringatan Maulid Nabi Saw saat ini mampu membangkitkan semangat juang melawan tentara kaum kafir yang menjajah umat Islam di Palestina,Afganistan dan Irak. Disamping itu sekaligus juga mampu menumbuhkan kesadaran untuk terus berjuang menyingkirkan ideologi kapitalisme-sekulerisme yang saat ini mendominasi dunia Islam yang menjadi biang keterpurukan kaum Muslim saat ini diberbagai bidang kehidupan. Ketiadaan negara Khilafah ditengah kaum muslim lebih dari delapan puluh lima tahun berdampak buruk pada seluruh negara di dunia dan lenyapnya hukum Islam dari kehidupan nyata kaum muslim membuat kaum muslim semakin terpuruk. Tidak ada yang melindungi sehingga begitu mudahnya kaum kafir Barat menjajah mereka.
Peringatan maulid Nabi Muhammad saw. yang dilakukan oleh sebagian umat Islam tentu memiliki tujuan. Diantaranya yang terpenting adalah terus menumbuhkan sekaligus memelihara kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. Mencintai Nabi saw adalah kewajiban. Sebaliknya tidak mencintai beliau apalagi sampai membenci beliau adalah sebagai sebuah kemaksiatan. Apalagi Allah SWT telah menyandingkan kecintaan kepada Nabi saw. dengan kecintaan kepada-Nya. Allah SWT bahkan telah mencela orang yang mencintai sesuatu melebihi kecintaan kepada Allah dan Rasul-nya.(QS.at-Taubah:24).
Rasa cinta kepada Rasulullah saw. sangat dangkal kalau hanya di ungkapkan dalam acara-acara ritual seperti peringatan mengenang kelahiran beliau saja. Kecintaan semacam ini tidak bermakna apa-apa jika dalam aspek kehidupan nyata, ajaran yang dibawa oleh beliau justru banyak ditinggalkan. Kecintaan dan pengagungan kita kepada Rasulullah saw. mengharuskan kita untuk menyelaraskan semua hal yang terkait dengan pribadi dan sosial kita dengan tuntunan Rasullullah saw. Karena itu, peringatan Maulid Nabi saw pun tidak akan bermakna apa-apa-selain sebagai aktivitas ritual dan rutinitas belaka-jika kaum Muslim tidak mau diatur oleh Wahyu Allah yakni Al-Quran dan as-Sunnah, yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Saat memperingati Maulid Nabi Muhammad saw., sejatinya umat Islam sedang memperingati kelahiran Muhammad sebagai nabi sekaligus rasul, yakni sebagai pembawa kabar dari Allah dan sebagai utusan-Nya yang membawa risalah. Risalah itu adalah Al-Quran (juga Sunnah) yang menjadi sumber syariah Islam.
Kaum Muslim wajib mengikuti sekaligus meneladani Nabi Muhammad saw. dalam menerapkan syariah Islam diseluruh aspek kehidupannya bukan sekadar dalam aspek ibadah ritual dan akhlaknya saja. Artinya, kaum Muslim dituntut untuk mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad saw. dalam seluruh perilakunya: mulai dari akidah dan ibadahnya, makanan/minuman dan akhlaknya, hingga berbagai muamalah yang dilakukannya seperti dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum dan pemerintahan. Sebab Rasul saw. tidak hanya mengajari kita bagaimana mengucapkan syahadat, serta melaksanakan shalat, puasa, zakat dan haji dan akhlak secara benar; tetapi juga mengajarkan bagaimana mencari nafkah, melakukan transaksi ekonomi, menjalani kehidupan sosial, menjalani pendidikan, melaksanakan aktivitas politik (pengaturan masyarakat), menerapkan sanksi-sanksi hukum (uqubat) bagi pelaku kriminal, dan mengatur pemerintahan/negara secara benar sesuai dengan Islam.
Jika demikian, mengapa saat ini kita tidak mau meninggalkan riba dan transaksi –transaksi batil yang dibuat oleh sistem kapitalisme sekuler; tidak mau mengatur urusan sosial dengan aturan Islam; tidak mau menjalankan pendidikan dan politik Islam; tidak mau menerapkan sanksi-sanksi hukum Islam (seperti qishah/hukum bunuh bagi pembunuh, potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, cambuk bagi pemabuk, hukum mati bagi yang murtad,dll); juga tidak mau mengatur pemerintahan/Negara dengan aturan/aturan Islam? Bukankah semua itu justru pernah dipraktikkan oleh Rasulullah saw, selama bertahun-tahun di Madinah dalam kedudukannya sabagai kepala Negara Islam (Daulah Islamiyah)
Sebagaimana kita ketahui, masa sebelum Islam adalah masa kegelapan, dan masyarakat sebelum Islam adalah masyarakat jahiliah. Akan tetapi, sejak kelahiran Muhammad saw. di tengah-tengah mereka, yang kemudian diangkat oleh Allah sebagai nabi dan rasul pembawa risalah Islam ke tengah-tengah mereka, dalam waktu hanya 23 tahun beliau berdakwah, masa kegelapan mereka berakhir digantikan dengan masa ‘cahaya’; masyarakat jahiliah terkubur digantikan dengan lahirnya masyarakat Islam. Sejak itu, Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin di segala bidang. Beliau memimpin umat di mesjid, di pemerintahan, bahkan di medan pertempuran.
Oleh karena itu, puncak perwujudan kecintaan umat Islam kepada Rasulullah saw adalah dengan dakwah berjuang menegakkan syariah Islam seperti yang dilakukan Rasulullah saw. selama masa hidup beliau. Dakwah yang harus dilakukan umat Islam yakni untuk menegakkan kekuasaan Islam (Negara Khilafah) yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah,yakni mencakup seluruh aspek kehidupan meliputi; pendidikan, sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan, dll. Dakwah juga ditujukan untuk meruntuhkan kekuasaan kaum kafir Barat yang telah menjajah umat Islam dan kekuasaan antek-anteknya yang telah memberlakukan aturan-aturan kufur selama ini. Itulah yang dicontohkan Rasulullah saw., yang kemudian dilestarikan oleh para Sahabat beliau.
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa makna terpenting dari kelahiran (maulid) Nabi Muhammad saw. adalah keberadaannya yang telah mampu membidani kelahiran masyarakat Islam, sebuah masyarakat yang tatanan kehidupannya diatur seluruhnya oleh aturan-aturan Islam. Dengan demikian, momentum Peringatan Maulid Nabi saw bagi kaum Muslim hendaknya memberikan bekas dan pengaruh yang nyata dalam upaya memperbaiki masyarakat menuju umat terbaik (Khaira ummah), dengan dakwah untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam secara total di muka bumi dalam naungan Negara (khilafah). Inilah bukti hakiki kecintaan kita kepada Rasulullah saw yang harus kita perjuangkan bersama! Wallahu a’lam bi ash-shawab.

(Penulis: Faridah Afifah, SPd; Guru SMP di Batola dan Aktivis Muslimah HTI)

Sabtu, 13 Februari 2010

PANDANGAN ISLAM TENTANG SENI (Tinjauan Analisis terhadap Seni Musik, Seni Tari, Seni Lukis )


Seni seakan sudah menyatu dengan kehidupan manusia, baik sebagai penikmat seni atau lebih-lebih bagi pelaku/insan seni itu sendiri. Namun Tak jarang terjadi justru aktivitas seni melanggar norma-norma kehidupan, seperti norma kesusilaan dan norma agama. Misalnya, seni yang memuat pornografi dan pornoaksi yang bisa menimbulkan stimulasi kemaksiatan di masyarakat seperti pelecehan seksual, perkosaan, dll.
Dengan alasan seni juga kadang masyarakat terkesan mentolerir seni yang memuat pornografi dan pornoaksi tersebut. Hal ini terjadi karena pengaruh sistem kehidupan sekularisme-liberalisme yang diterapkan saat ini yang justru merusak moral generasi bangsa ini dan juga merusak tatanan kehidupan bermasyarakat. Sehingga penting bagi kita mengetahui pandangn Islam tentang seni.
Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera penglihat (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).
1. Seni Musik
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14).
Tinjauan Fiqih Islam
Dalam pembahasan hukum musik dan menyanyi ini, ada 4 (empat) hukum fiqih yang berkaitan dengan aktivitas bermain musik dan menyanyi, yaitu:
Pertama, hukum melantunkan nyanyian (ghina’).
Kedua, hukum mendengarkan nyanyian.
Ketiga, hukum memainkan alat musik.
Keempat, hukum mendengarkan musik.
Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni)
Mengenai hukum nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya
Hukum Mendengarkan Musik
Sekedar mendengarkan nyanyian/musik adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri dan wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Mendengarkan Musik Secara Langsung (Live)/Konser
Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya.
Jika terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat (campur baur laki-laki dan perempuan), atau terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram.
Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah
b. Mendengarkan Musik Di Radio, TV, Dan Semisalnya
Hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, tidak sama dengan hukum mendengarkan musik secara langsung sepereti show di panggung pertunjukkan. Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut. Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya— yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan:
Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah syar’iyah menetapkan:
Hukum Memainkan Alat Musik
Memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah.
2. Seni Tari.

Seni tari dilakukan dengan menggerakkan tubuh secara berirama dan diiringi dengan musik. Gerakannya bisa dinikmati sendiri, merupakan ekspresi gagasan, emosi atau kisah.Tarian digolongkan menjadi dua, yaitu tarian tradisional dan tarian modern. Tarian tradisional seringkali mendapat sentuhan penata tari yang kemudian menjadi tarian kreasi baru. Kita lantas mengenal adanya seni tari modern yang umumnya digali dari tarian traditional. Tarian ini lebih mengutamakan keindahan, irama gerak dan memfokuskan pada hiburan.
Telah cukup banyak jenis tarian yang ada di tengah masyarakat saat ini. Ada tarian dari masyarakat primitif yang berbentuk tarian upacara ritual. Tarian ini tetap dilestarikan keberadaannya. Ada tarian modern (daerah) yang ditarikan oleh masyarakat setempat pada berbagai upacara perayaan atau ketika menyambut dari pejabat atau tamu luar negeri. Biasanya tari-tarian ini tidak terlepas dari iringan musik dan nyanyian khas serta ciptaan daerah tertentu.

Seni tari sekarang (modern)berbeda halnya dengan tarian abad-abad sebelumnya. Orang mengenal ada tari balet, tapdans, ketoprak atau sendratari Gaya tarian abad XX berkembang dengan irama-irama musik pop singkopik, misalnya dansa cha-cha-cha, togo, soul, twist, dan terakhir adalah disko dan breakdance. Kedua tarian ini gerakannya menggila dan digandrungi generasi muda. Semua tarian ini sudah lazim dilakukan oleh pasangan penari lelaki dan wanita. Lalu, bagaimana status hukum syara‘ terhadap tari-tarian yang telah disebutkan di atas? Di bawah ini akan di rinci pandangan syara‘ terhadap tarian sebagai berikut:

1. Syara‘ melarang kaum Muslimīn menyerupai orang kafir dalam hal-hal yang menyangkut urusan agama. Dalam hal ini termasuk semua jenis tarian upacara keagamaan dan primitif.

2. Setiap tarian yang berpasangan lelaki wanita (khalwat) atau yang bercampur-baur laki-laki dan wanita (ikhtilat) dan diiringi dengan instrumen musik, maka harām hukumnya. Ternasuk dalam hal ini adalah menari bersama dengan lelaki-perempuan dan mengikuti irama musik pop Barat, dangdut, disko, dan lain-lain. Menurut ketentuan syara', setiap sesuatu yang menghantarkan kepada perbuatan harām maka ia harām pula, sebagaimana kaidah syara‘ yang berbunyi:

"Sesuatu yang menghantarkan kepada yang harām maka ia harām pula (dikerjakan)."

Tari-tarian masa sekarang sering dilakukan bersama-sama lelaki-wanita. Bahkan acara tersebut tidak terlepas dari perbuatan-perbuatan harām lainnya. Misalnya, berpegangan tangan, berangkulan, badan berdempetan, saling menggeserkan bagian-bagian tubuh tertentu, berrangkulan dan berpelukan, dan perbuatan yang lebih jauh dari itu. Ada dalīl lain yang mengharāmkan semua jenis tarian dari semua bangsa-bangsa, yaitu (Lihat ‘Abd-ur-Ra’ūf Al-Manāwī, FAIDH-UL-QĀDIR, Hadīts No. 8593):

"Siapa saja yang menyerupai suatu kaum (dalam pola hidup dan adat istiadat), maka ia (telah) tergolong ke dalam golongan mereka." (HR. ABŪ DĀWŪD, THABRANĪ, dari Ibnu ‘Umar, dan Hudzaifah bin Al-Yaman).

Kata "menyerupai" di dalam Hadīts tersebut adalah bentuk seruan umum yang sama halnya dengan kata "suatu kaum". Inilah adalah larangan menyerupai bangsa manapun dengan apa saja secara mutlak, baik dalam urusan ‘aqīdah, ‘ibādah, nikāh, adat kebiasaan, hidup bebas, dan sebagainya. Termasuk di sini hal-hal yang menyangkut masalah tari-tarian.

3. Seorang wanita atau lelaki boleh bernyanyi dan menari di rumahnya sendiri untuk anggota keluarga atau kerabat yang muhrim. Seorang istri boleh bernyanyi dan menari untuk suami atau sebaliknya, wanita juga boleh menari di kalangan kaum wanita, khususnya pada hari gembira, misalnya pesta pernikahan, lahirnya seorang bayi, hari raya, dan sebagainya.

4. Bertolak dari umumnya nash-nash yang membolehkan menggerakan kaki, seperti :

"Hentakkanlah kakimu...." (QS.38:42).

Dan Hadīts-Hadīts yang membolehkan seorang lelaki berjinjit, memainkan tombak dan perisai dan senjata tajam lainnya sambil menarikannya, maka, hukum asal menari adalah Amubāh selama tidak melampaui batas-batas syara‘ yang telah disebutkan pada butir-butir sebelumnya. Walaupun demikian, tidak boleh kaum lelaki muhrim atau suami menari dengan tarian yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita, misalnya tari perut dan sejenisnya. Sebaliknya, kaum wanita tidak boleh menarikan tarian lelaki, sebab Rasūlullāh s.a.w. melarang kaum lelaki menyerupai wanita atau sebaliknya:

(لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِالرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ وَ لاَ مَنْ تَشَبَّهَ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ)
"Tidak termasuk golonganku wanita yang menyerupai lelaki, dan lelaki yang menyerupai wanita." (HR. IMĀM AHMAD, dari Ibnu ‘Amru bin Al-‘Āsh).0







2. Seni lukis, seni pahat,

Seni lukis/lukisan adalah gambar makhluk bernyawa, yang dilukis di atas dinding, kanvas, kertas ataupun di atas kain tenun, baik yang dilukis dengan pensil, pena ataupun alat tulis lainnya, baik lukisan dengan obyek nyata atau lukisan yang mengandalkan imajinasi, besar maupun kecil.
Seni pahat adalah gambar obyek yang dipahat dibuat dari batu atau kayu yang mengandalkan imajinasi, baik gambar yang dipahat berupa patung manusia maupun bentuk makhluk yang bernyawa lainnya.

1. Seni lukis dan seni pahat terhadap makhluk bernyawa hukumnya haram dan keharamannya adalah bersifat mutlak. Lingkup keharaman dalam masalah gambar atau lukisan adalah lukisan atau gambar makhluk bernyawa, baik gambar yang dipahat berupa patung maupun gambar yang dilukis di atas dinding, kanvas, kertas ataupun di atas kain tenun, baik yang dilukis dengan pensil, pena ataupun alat tulis lainnya, baik lukisan dengan obyek nyata atau lukisan yang mengandalkan imajinasi, besar maupun kecil.

Adapun gambar atau photo yang menggunakan kamera seperti photo seseorang untuk surat izin perjalanan, kartu tanda pengenal, paspor, kartu tanda pengenal dan sebagainya maka hukumnya mubah

2. Membuat/memahat patung untuk berbagai macam tujuan adalah haram, baik untuk dijadikan sebagai monumen peringatan bagi seorang raja, panglima perang, pemimpim sautu kaum, tokoh-tokoh pembaharuan, atau tokoh-tokoh yang menjadi simbol kecerdasan dan kegagahan ataupun untuk tujuan lainnya, karena keumuman hadits shahih yang menjelaskan tentang pelarangan hal-hal demikian.


Berikut Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Gambar Makhluk Bernyawa

Al – Imam Al – Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Bahwasanya Rasulullah saw. ketika melihat gambar – gambar makhluk bernyawa di dalam Ka’bah (maka) beliau tidak mau masuk kecuali setelah beliau memerintahkan untuk menghapusnya, dan beliau melihat gambar Ibrahim dan Isma’il as. dan pada tangan – tangan keduanya membawa anak – anak panah, maka beliau bersabda, “Semoga Allah memerangi mereka! Demi Allah, mereka berdua tidak pernah mengundi nasib dengan anak – anak panah sama sekali.”

Al – Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Zubari, Bahwasanya dia telah mendengar Jabir bin ‘Abdillah mengatakan bahwa Nabi saw. melarang dari gambar – gambar makhluk bernyawa di Ka’bah dan Nabi melarang seorang laki – laki menggambar makhluk bernyawa, dan bahwasanya beliau memerintahkan ‘Umar bin Khattab pada masa Fathul Makkah yang pada waktu itu ‘Umar sedang berada di Bath-ha’ untuk datang ke Ka’bah dan menghapus seluruh gambar makhluk bernyawa yang ada pada (dinding) Ka’bah. Dan beliau tidak masuk ke dalamnya (baitullah) sampai seluruh gambar yang ada di dalamnya dihapus.


Al – Imam Muslim meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Hasan, Seorang laki – laki datang kepada Ibnu Abbas, dia mengatakan, “Sesungguhnya akulah yang menggambar gambar – gambar ini. Maka, berfatwalah kepadaku tentang hal ini.” Ibnu Abbas berkata kepadanya, “Mendekatlah kepadaku!” Maka, laki – laki itu mendekatinya, kemudian Ibnu Abbas berkata lagi “Mendekatlah kepadaku!” Maka, laki – laki itu mendekatinya sampai Ibnu Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut. Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, “Aku akan kabarkan kepadamu apa – apa yang telah kudengar dari Rasulullah saw., aku mendengar beliau saw. mengatakan, “Setiap tukang gambar (makhluk bernyawa) di neraka, akan dijadikan untuknya pada setiap gambar – gambar itu akan mengazab dia di Neraka Jahannam.” Kemudian Ibnu Abbas mengatakan kepadanya, “Jika kamu terpaksa harus melakukannya (menggambar), maka gambarlah pohon saja, atau apa saja yang tidak mempunyai nyawa.”

Al – Imam Al – Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar, Rasulullah saw. telah bersabda, “Sesungguhnya orang – orang yang membuat gambar – gambar ini, akan diadzab di hari kiamat, akan dikatakan kepada meraka, ‘Hidupkanlah gambar – gambar yang telah kalian buat itu’.”

3. Adapun gambar pemandangan misalnya pohon-pohonan, gunung, lautan dan lain-lain
hukumnya mubah baik si pelukis maupun yang menyimpannya selama gambar tersebut tidak sampai pada pemborosan.

Pada pada faktanya, cukup banyak umat ini yang berkecimpung di bidang seni itu tidak lain hanya untuk mengekspresikan seni keindahan, menyalurkan hobi, mengaktuliasasikan diri dan daya kreasi yang mereka miliki yang kemudian bermuara kepada keinginan mereka untuk menjadikan karya seni sebagai mata pencaharian dan lapangan pekerjaan.

Bagi setiap muslim semua perbuatan/pekerjaan kita terikat dengan aturan Islam, sehingga selayaknya kita tidak melakukan perbuatan/pekerjaan seperti aktivitas/pekerjaan seni yang melanggar hokum syara/aturan Islam. Lebih-lebih jika aktivitas seni yang melanggar hukum Syara/yang diharamkan tadi dijadikan mata pencaharian dan lapangan pekerjaan maka akan menghasilkan pendapatan/rezeki dari yang tidak halal.Disamping itu aktivitas seni yang melanggar aturan Islam akan berpeluang merusak moral generasi dan bangsa ini.Oleh karena itu dalam Sistem Islam (khilafah) aktivitas seni yang bertentangan dengan Islam akan di larang dan bagi yang masih melakukan akan diberikan sanksi. Sedangkan bagi yang menjadikan seni yang terlarang tadi sebagai mata pencaharian dan lapangan pekerjaan maka Khilafah akan menyiapkan lapangan pekerjaan lain yang halal.

Semua ini mudah-mudahan dapat menjadi kontribusi dalam upaya melepaskan diri dari sistem sekuler yang bobrok, yang menjadi pendahuluan untuk membangun peradaban dan masyarakat Islam yang kita rindukan bersama, yaitu masyarakat Islam di bawah naungan khilafah Islamiyah.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.
(Penulis: Faridah Afifah, SPd; Guru di SMP di Batola dan Aktivis Muslimah HTI)

INDONESIA MAMPU MEMBANGUN TANPA PAJAK


Seandainya negara kita tidak menerapkan pajak, maka Negara akan pincang karena lebih besar pengeluaran dari pada pemasukan. Kesimpulan ini saya ambil dari tulisan Bapak Muhith Harahap, SH MH yang berjudul Negara Tanpa Pajak, Mungkinkah? Di rubrik opini Banjarmasin Post, 31 Desember 2009.
Saya teringat dengan iklan layanan masyarakat “ Pembanguan jalan, sarana pendidikan, kesehatan, listrik dan lain-lain dibiayai dari pajak”, begitu kurang lebih bunyi iklannya. Kalau tidak dengan pajak, bagaimana pembangunan bisa berjalan?dari mana biaya pembangunan ini? Mungkinkah pembangunan tanpa pajak? Jawabannya :SANGAT MUNGKIN, kita membangun Negara kita tanpa pajak. Tulisan ini tak bermaksud mengajak rakyat Indonesia untuk tidak membayar pajak, namun mengajak kita semua berpikir mencari solusi yang benar dan tepat terhadap persoalan pembiayaan pembangunan bangsa ini.
Dalam pembangunan pajak dianggap sebagai salah satu bentuk partisipasi rakyat dalam pembangunan bangsa.. Bahkan pajak merupakan sumber pendapatan terbesar dalam APBN. Dalam APBN 2010 pemerintah menargetkan pendapatan Negara sebesar Rp 949,7 triliun. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, jumlah pendapatan itu berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 742,7 triliun. penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebanyak Rp 205,4 triliun. Penerimaan dari hibah sebanyak Rp 1.506,8 miliar. Artinya hampir 70% sumber APBN berasal dari pajak. Selain dari pajak sumber APBN kita juga berasal dari utang Data Departemen Keuangan, utang pemerintah Indonesia kini mencapai Rp 972,253 triliun untuk obligasi dan 65,73 miliar dolar AS utang luar negeri. Sementara itu nilai pembayaran utang (cicilan pokok dan bunganya) yang dianggarkan dalam APBN perubahan 2009 mencapai Rp 172,2 triliun (sebagiannya juga diambil dari pajak)
Mengapa sumber pendapatan Negara kita terbesar berasal dari utang pajak? Padahal Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam, berupa hutan, hasil laut, bahan tambang (migas dan non migas), dan lain-lain. Kenapa kekayaan yang melimpah ini tidak mampu membiayai pembangunan? Dan tidak membuat rakyatnya sejahtera?Ada apa dengan kekayaan alam kita?
Berikut ini sebagai gambaran kekayaan Indonesia yang bisa di optimalkan pemerintahan sebagai sumber pendapat Negara adalah:
Kekayaan alam di Kalimantan Selatan saja, produksi batu bara pada tahun 2004 mencapai 45.032.100 m3 ton dengan peningkatan mencapai 7% dari tahun 2003 yang hanya mencapai 41.344.695 m³ ton, sedangkan produksi minyak mentah 394.976.000 ton dan produksi gas alam sebanyak 23.240,50 ton.
Potensi tambang di Kalimantan Selatan dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: tambang golongan A, tambang golongan B, dan tambang golongan C. Kelompok tambang golongan A antara lain terdiri dari batubara dengan potensi cadangan sebanyak 5,6 miliar ton, Minyak bumi dengan potensi cadangan sebanyak 101.974.400 m³, dan biji nikel dengan potensi cadangan sebesar 42.242.000 ton. Kelompok tambang golongan B antara lain terdiri dari biji besi dengan potensi cadangangan sebanyak 194.817.800 ton, biji mas dengan potensi cadangan sebanyak 23.227.517 ton, krikil berintan dengan potensi cadangan sebanyak 23.154.000 ton. Kelompok tambang golongan C antara lain terdiri dari batu gamping dengan potensi cadangan sebanyak 10.291.116.760 ton, marmer dengan potensi cadangan sebanyak 1.236.097.000 m³ , kaolin dengan potensi cadangan sebanyak 194.187.800 ton
Indonesia juga penghasi dan pengekspor terbesar kayu lapis (plywood), yaitu sekitar 80% di pasar dunia. Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua.
Kilang LNG Arun (Aceh) memiliki cadangan 17,1 triliun kubik gas dengan kapasitas produksi 220 kargo atau 6,5 juta ton pertahun, Blok Cepu, memiliki cadangan minyak 781 juta barel (versi Exxon mobil). Produksi puncak 165 ribu barel perhari, dengan potensi pendapatan (kotor) US$ 700 juta – 1,2 miliar pertahun. Tambang Emas (Papua) yang di kuasai PT. Freeport (81,28%); memiliki cadangan emas terbesar kedua di dunia, 86,2 juta ons emas; 32,2 juta ton tembaga; 154,9 juta ons perak. Total pendapatan Freeport : US$ 2,3 miliar (2004), US$ 4,2 miliar(2005). Setoran ke pemerintah US$ 308 juta (2004) dan US$ 1,16 miliar (2005) Tambang emas dan tembaga (Nusa Tenggara) , pemilik terbesar Newmont Indonesia Ltd (45%); memiliki cadangan 11,9 juta ons emas dan 10,6 juta ton tembaga. Tambang emas di Minahasa,pemilik terbesar Newmont Mining Corp (80%); memiliki cadangan 2 juta ons emas. Kontrak Blok gas Tangguh yang berpotensi merugikan Negara 750 triliun (25 tahun) diberikan ke Cina
Sayangnya, justru yang terjadi adalah banyak kekayaan alam (hasil hutan, minyak bumi, barang tambang,dll) yang sejatinya milik rakyat itu diserahkan begitu saja kepada pihak swasta bahkan swasta asing atas nama swastanisasi dan privatisasi yang berdalih investasi . Kalau kita meneliti lebih dalam lagi ada kekeliruan dalam pengelolaan Negara ini. Misalnya, untuk mengelola sumber daya alam pemerintah membuka begitu lebar pintu masuk investor asing, contohnya di sector pertambangan. Perusahaan pertambangan terkaya versi Forbes 500, sebagian besar beroperasi di Indonesia. Perusahaan itu yakni Exxon Mobil pendapatan 390.3 billion dolar AS/tahun; Shell (355.8 billion dolar AS/tahun); British Petrolium 292 billion dolar AS/tahun); Total S.A (217.6 billion dolar AS/tahun); Chevron Corp (214.1 billion dolar AS/tahun); Saudi Aramco (197.9 billion dolar AS/tahun); dan ConocoPhillips (187.4 billion dolar AS/tahun).
Perusahaan pertambangan itu diperkirakan mengelola kekayaan alam Indonesia dengan nilai 1.655 miliar dolar AS atau sekitar 17.000 triliun/tahun. Jumlah itu 17 kali lipat dari APBN Indonesia tahun 2009 yang hanya mencapai Rp 1.037 triliun.
Seandainya semua potensi sumber daya alam milik umum ini dikelola Negara tidak diserahkan kepada swasta sebagaimana dalam sistem ekonomi Islam maka pendapatan negara akan sangat mampu mencukupi pembiayaan pembangunan sehingga pemerintah tidak perlu berutang dan memungut pajak dari rakyat. Bayangkan juga seandainya pendapatan perusahaan pertambanagn yang nilainya sekitar 17.000 triliun/tahun menjadi milik Negara, sangat mungkin sekali kita membangun tanpa pajak. Lebih-lebih jika Negara ini di kelola oleh pemerintah yang amanah dengan menerapkan sistem kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta Kehidupan (Allah SWT) yakni sistem Islam maka Indonesia yang sejahtera adil dan makmur akan dapat kita capai. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
(Penulis: Faridah Afifah, SPd; Guru di SMP di Batola dan Aktivis Muslimah HTI)